skip to main |
skip to sidebar
Peran Ibu Rumah Tangga Menciptakan Lingkungan Sehat
Oleh: Dra. Yusna Hilma Sinaga.
Tidak banyak yang menyadari bahwa eksistensi (keberadaan) para ibu
rumah tangga dalam menciptakan lingkungan sehat sangat besar dan
menentukan. Akibat tidak atau belum banyak yang menyadari keberadaan
para ibu rumahtangga dapat menciptakan lingkungan sehat, maka para
pemerhati lingkungan, praktisi lingkungan, pakar lingkungan dan
pemerintah belum atau tidak serius, belum fokus menggali potensi para
ibu rumahtangga dalam menciptakan lingkungan bersih dan sehat.
Sesungguhnya
eksistensi para ibu rumahtangga dalam menciptakan lingkungan bersih,
asri dan sehat sangat besar serta tidak membutuhkan dana yang besar.
Modal utama adalah menggerakkan, mengubah pola pikir (persepsi), tingkah
laku dari para ibu rumahtangga untuk cinta kepada lingkungan yang
bersih, asri dan sehat.
Mengubah pola pikir, tingkah laku para ibu rumah tangga juga tidak
begitu ribet, sulit sebab hal itu sudah menjadi rutinitas para ibu rumah
tangga. Fokus aktivitas untuk mengubah kebiasaan yang selama ini
dilakukan para ibu rumahtangga dalam melakukan aktivitas rutinitasnya
setiap hari selaku ibu rumah tangga.
Penulis seorang ibu rumah tangga dari ribuan ibu rumah tangga yang
melakukan aktivitas rutin setiap hari mencoba berinteraksi dengan para
ibu rumahtangga, ingin mengetahui sesungguhnya dari perilaku, tingkah
laku, persepsi yang selama ini ada dalam pikiran para ibu rumahtangga
itu tentang lingkungan yang bersih, asri dan sehat.
Sesungguhnya ketidaktahuan para ibu rumahtangga itu sendiri tentang
eksistensinya yang dapat menciptakan lingkungan bersih, asri dan sehat.
Ketidaktahuan eksistensinya dan memang banyak yang belum mengetahui cara
mudah untuk menciptakan lingkungan bersih, asri dan sehat minimal pada
lingkungan rumahnya sendiri dan untuk keluarganya sendiri.
Ketidaktahuan eksistensinya dan ketidaktahuan tentang lingkungan yang
bersih, asri dan sehat membuat tingkah laku dalam beraktivitas rutin
sehari-hari belum bertujuan untuk menciptakan lingkungan bersih, asri
dan sehat. Sementara justru banyak kaum ibu rumahtangga yang bingung
bagaimana agar lingkungan rumah dan keluarganya selalu dalam lingkungan
yang bersih, asri dan sehat.
Contoh sederhana, banyak kaum ibu rumahtangga yang bingung dengan sampah
yang bertumpuk di sekitar rumah, sementara petugas Dinas Kebersihan
yang mengangkut sampah terkadang tidak datang setiap hari sehingga
sampah menumpuk dan berserakan dimana-mana. Sampah yang merepotkan bagi
para ibu rumahtangga adalah sampah basah atau sampah organik yang
berasal dari dapur.
Sampah basah itu bila bertumpuk di bak pembuangan sampah atau berserakan
membuat lingkungan rumah jadi jorok, kotor, berbau dan terkadang banyak
datang lalat, kecoa dan tikus. Bingung mau membuang ke mana sebab bila
tidak dibuang jauh-jauh dari area rumah mendatangkan aroma busuk, tidak
sedap tercium indra penciuman. Sedangkan sampah kering (anorganik) tidak
mendatangkan aroma busuk meskipun telah berhari-hari di dalam tong
pembuangan sampah.
Mengubah Perilaku
Tidak sulit menjadikan kaum ibu rumahtangga dalam menciptakan lingkungan
bersih, asri dan sehat, cukup mengubah perilaku sehari-hari dengan ilmu
yang sederhana. Misalnya tentang sampah, para ibu rumah tangga yang
setiap hari dalam rutinitasnya berhadapan dengan sampah basah dan sampah
kering dalam rumah tangga pada dasarnya sangat mudah dan murah.
Perilaku selama ini yang hanya membuang sampah pada satu tempat
pembuangan sampah kini mengubah pola dengan membuang sampah pada dua
tempat pembuangan sampah.
Para ibu rumahtangga dituntut kreatif sedikit dalam membuang sampah
yakni memilah-milah sampah rumah tangga yang akan dibuang. Memilah
sampah basah (organik) dari dapur rumah untuk dikumpulkan pasa satu
tempat dan sampah kering (anorganik) pada satu tempat pula. Umumnya
jumlah sampah basah akan lebih banyak dari pada sampah kering yang
dihasilkan dari setiap rumah tangga.
Ibu rumahtangga yang kreatif memilah-milah sampah menjadi dua bagian
akan mengurangi jumlah sampah dalam jumlah besar ke tong sampah yang
selanjutnya dibawa oleh petugas dinas kebersihan. Perbandingan sampah
basah dan sampah kering dari setiap rumah tangga dapat mencapai 70
persen berbanding 30 persen. Artinya, sampah basah bisa mencapai dua
pertiga atau 70 persen dari total sampah yang ada maka sisanya 30 persen
adalah sampah kering dan sampah kering dapat dibagi dua lagi yakni
sampah kering jenis kertas, plastik dan sampah kering jenis kaca, kaleng
dan besi.
Sampah basah dari dapur pada dasarnya bisa dimanfaatkan langsung.
Misalnya ampas kelapa dapat ditanam pada sekitar tanaman bunga atau
tanaman yang ada di pekarangan rumah. Begitu juga dengan sampah sisa
sayuran, perut ikan, sisa makanan (nasi busuk) dapat ditanam pada
pekarangan rumah. Hasilnya luar biasa. Pertama mengurangi jumlah sampah
yang bakal dibuang ke tong sampah. Kedua, secara otomatis menggemburkan,
menyuburkan tanah dan membuat tanaman di atas tanah menjadi tumbuh dan
berkembang baik, tidak perlu membeli pupuk lagi. Ketiga, pekarangan
menjadi bersih karena sampah telah berkurang, sampah tidak berserakat
dan mendatangkan aroma busuk.
Kemudian sampah kering dapat dipilah dan disatukan yakni mengumpulkan
berbagai jenis sampah kertas, dilipat rapi, begitu juga dengan plastik
dikumpulkan menjadi satu dan bisa dijual kepada botot. Sampah bersih dan
mendapatkan uang. Enak kan? Caranya mudah saja, hanya dengan sedikit
kreatif, tidak hanya membuang sudah bisa menciptakan lingkungan bersih,
asri dan sehat.
Bagi kaum ibu rumah tangga yang memiliki pekarangan rumah bisa bertanam
bunga, tanaman yang dibutuhkan untuk memasak seperti kunyit, jahe,
serai, pandan wangi dan lainnya yang sangat mudah menanamnya. Pasti
tumbuh subur apa bila sampah-sampah basah dikubur di sekitar tanaman
itu. Pekarangan menjadi sejuk, uang belanja untuk keperluan dapur dapat
dihemat.
Hal yang sama juga bisa dilakukan kaum ibu rumah tangga yang rumahnya
minim pekarangan dengan melakukan penanaman memakai pot. Hasilnya sama
saja, hanya sedikit lebih repot karena mempergunakan pot sebagai media
tanam untuk mengantisipasi minimnya lahan pekarangan.
(Penulis adalah ibu rumah tangga, alumni Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Medan.)
0 komentar:
Posting Komentar