Pages

About Me

Jumat, 11 Januari 2013

Peran Ibu Rumah Tangga Menciptakan Lingkungan Sehat

Ibu Rumah Tangga Menciptakan Lingkungan Sehat

Oleh: Dra. Yusna Hilma Sinaga. Tidak banyak yang menyadari bahwa eksistensi (keberadaan) para ibu rumah tangga dalam menciptakan lingkungan sehat sangat besar dan menentukan. Akibat tidak atau belum banyak yang menyadari keberadaan para ibu rumahtangga dapat menciptakan lingkungan sehat, maka para pemerhati lingkungan, praktisi lingkungan, pakar lingkungan dan pemerintah belum atau tidak serius, belum fokus menggali potensi para ibu rumahtangga dalam menciptakan lingkungan bersih dan sehat.

Sesungguhnya eksistensi para ibu rumahtangga dalam menciptakan lingkungan bersih, asri dan sehat sangat besar serta tidak membutuhkan dana yang besar. Modal utama adalah menggerakkan, mengubah pola pikir (persepsi), tingkah laku dari para ibu rumahtangga untuk cinta kepada lingkungan yang bersih, asri dan sehat.


Mengubah pola pikir, tingkah laku para ibu rumah tangga juga tidak begitu ribet, sulit sebab hal itu sudah menjadi rutinitas para ibu rumah tangga. Fokus aktivitas untuk mengubah kebiasaan yang selama ini dilakukan para ibu rumahtangga dalam melakukan aktivitas rutinitasnya setiap hari selaku ibu rumah tangga.


Penulis seorang ibu rumah tangga dari ribuan ibu rumah tangga yang melakukan aktivitas rutin setiap hari mencoba berinteraksi dengan para ibu rumahtangga, ingin mengetahui sesungguhnya dari perilaku, tingkah laku, persepsi yang selama ini ada dalam pikiran para ibu rumahtangga itu tentang lingkungan yang bersih, asri dan sehat.


Sesungguhnya ketidaktahuan para ibu rumahtangga itu sendiri tentang eksistensinya yang dapat menciptakan lingkungan bersih, asri dan sehat. Ketidaktahuan eksistensinya dan memang banyak yang belum mengetahui cara mudah untuk menciptakan lingkungan bersih, asri dan sehat minimal pada lingkungan rumahnya sendiri dan untuk keluarganya sendiri.


Ketidaktahuan eksistensinya dan ketidaktahuan tentang lingkungan yang bersih, asri dan sehat membuat tingkah laku dalam beraktivitas rutin sehari-hari belum bertujuan untuk menciptakan lingkungan bersih, asri dan sehat. Sementara justru banyak kaum ibu rumahtangga yang bingung bagaimana agar lingkungan rumah dan keluarganya selalu dalam lingkungan yang bersih, asri dan sehat.


Contoh sederhana, banyak kaum ibu rumahtangga yang bingung dengan sampah yang bertumpuk di sekitar rumah, sementara petugas Dinas Kebersihan yang mengangkut sampah terkadang tidak datang setiap hari sehingga sampah menumpuk dan berserakan dimana-mana. Sampah yang merepotkan bagi para ibu rumahtangga adalah sampah basah atau sampah organik yang berasal dari dapur.


Sampah basah itu bila bertumpuk di bak pembuangan sampah atau berserakan membuat lingkungan rumah jadi jorok, kotor, berbau dan terkadang banyak datang lalat, kecoa dan tikus. Bingung mau membuang ke mana sebab bila tidak dibuang jauh-jauh dari area rumah mendatangkan aroma busuk, tidak sedap tercium indra penciuman. Sedangkan sampah kering (anorganik) tidak mendatangkan aroma busuk meskipun telah berhari-hari di dalam tong pembuangan sampah.


Mengubah Perilaku


Tidak sulit menjadikan kaum ibu rumahtangga dalam menciptakan lingkungan bersih, asri dan sehat, cukup mengubah perilaku sehari-hari dengan ilmu yang sederhana. Misalnya tentang sampah, para ibu rumah tangga yang setiap hari dalam rutinitasnya berhadapan dengan sampah basah dan sampah kering dalam rumah tangga pada dasarnya sangat mudah dan murah. Perilaku selama ini yang hanya membuang sampah pada satu tempat pembuangan sampah kini mengubah pola dengan membuang sampah pada dua tempat pembuangan sampah.


Para ibu rumahtangga dituntut kreatif sedikit dalam membuang sampah yakni memilah-milah sampah rumah tangga yang akan dibuang. Memilah sampah basah (organik) dari dapur rumah untuk dikumpulkan pasa satu tempat dan sampah kering (anorganik) pada satu tempat pula. Umumnya jumlah sampah basah akan lebih banyak dari pada sampah kering yang dihasilkan dari setiap rumah tangga.


Ibu rumahtangga yang kreatif memilah-milah sampah menjadi dua bagian akan mengurangi jumlah sampah dalam jumlah besar ke tong sampah yang selanjutnya dibawa oleh petugas dinas kebersihan. Perbandingan sampah basah dan sampah kering dari setiap rumah tangga dapat mencapai 70 persen berbanding 30 persen. Artinya, sampah basah bisa mencapai dua pertiga atau 70 persen dari total sampah yang ada maka sisanya 30 persen adalah sampah kering dan sampah kering dapat dibagi dua lagi yakni sampah kering jenis kertas, plastik dan sampah kering jenis kaca, kaleng dan besi.


Sampah basah dari dapur pada dasarnya bisa dimanfaatkan langsung. Misalnya ampas kelapa dapat ditanam pada sekitar tanaman bunga atau tanaman yang ada di pekarangan rumah. Begitu juga dengan sampah sisa sayuran, perut ikan, sisa makanan (nasi busuk) dapat ditanam pada pekarangan rumah. Hasilnya luar biasa. Pertama mengurangi jumlah sampah yang bakal dibuang ke tong sampah. Kedua, secara otomatis menggemburkan, menyuburkan tanah dan membuat tanaman di atas tanah menjadi tumbuh dan berkembang baik, tidak perlu membeli pupuk lagi. Ketiga, pekarangan menjadi bersih karena sampah telah berkurang, sampah tidak berserakat dan mendatangkan aroma busuk.


Kemudian sampah kering dapat dipilah dan disatukan yakni mengumpulkan berbagai jenis sampah kertas, dilipat rapi, begitu juga dengan plastik dikumpulkan menjadi satu dan bisa dijual kepada botot. Sampah bersih dan mendapatkan uang. Enak kan? Caranya mudah saja, hanya dengan sedikit kreatif, tidak hanya membuang sudah bisa menciptakan lingkungan bersih, asri dan sehat.


Bagi kaum ibu rumah tangga yang memiliki pekarangan rumah bisa bertanam bunga, tanaman yang dibutuhkan untuk memasak seperti kunyit, jahe, serai, pandan wangi dan lainnya yang sangat mudah menanamnya. Pasti tumbuh subur apa bila sampah-sampah basah dikubur di sekitar tanaman itu. Pekarangan menjadi sejuk, uang belanja untuk keperluan dapur dapat dihemat.


Hal yang sama juga bisa dilakukan kaum ibu rumah tangga yang rumahnya minim pekarangan dengan melakukan penanaman memakai pot. Hasilnya sama saja, hanya sedikit lebih repot karena mempergunakan pot sebagai media tanam untuk mengantisipasi minimnya lahan pekarangan.


(Penulis adalah ibu rumah tangga, alumni Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Medan.)

0 komentar:

Posting Komentar